MICEPLUS.ID – Konsultan investasi global Henley & Partners yang berbasis di London, Inggris, memaparkan Israel bukan lagi destinasi yang menarik untuk wisata dan investasi. Perang melawan Hamas dan Hizbullah yang kunjung selesai, membuat para miliader dunia menarik diri dan tak melirik Israel dalam waktu dekat
Konsultan Senior dan Kepala Tim Henley & Partners di Israel, Dan Marconi mengatakan selama bertahun-tahun, Israel menonjol sebagai titik terang ekonomi yang langka di wilayah yang bergejolak. Israel bahkan dijuluki Silicon Wadi karena berkembangnya sektor teknologi. Budayanya yang dinamis dan iklim Mediterania membuatnya dikunjungi jutaan wisatawan.
Sementara bagi pebisnis dan investor, Israel memiliki kebijakan pajak yang menarik, “Antara tahun 2013 sampai 2022, Israel menarik arus masuk lebih dari 10.500 orang dengan kekayaan bersih yang tinggi, memperkuat posisinya sebagai salah satu tujuan utama migrasi jutawan dunia,” kata Marconi.
Namun, pecahnya perang pada tahun 2023 telah secara dramatis mengubah status Israel dari magnet menjadi besi kiloan bagi orang-orang kaya. Sebelum terjadinya perang dengan Hamas, Israel didatangi 1.100 jutawan. Setelah perang, hanya 200 jutawan yang berkunjung ke Israel. Peperangan dengan segala goncangannya, menurut Marconi dapat melemahkan daya tarik suatu negara terhadap orang-orang kaya dan mobile secara global.
Perang yang sedang berlangsung dengan Hamas di utara dan Hizbullah di selatan, tidak hanya menghancurkan citra Israel sebagai negara yang aman, tetapi juga mengancam pencapaian ekonominya. Konflik dengan Hamas merusak kedudukan, stabilitas, dan keamanan internasional negara tersebut. Di dalam negeri, reformasi peradilan kontroversial yang dilakukan sebelum perang dipandang melemahkan demokrasi dan memicu protes jalanan besar-besaran, sehingga meningkatkan kekhawatiran terjadinya kerusuhan sipil.
“Selain itu, meningkatnya isolasi internasional Israel menimbulkan kekhawatiran, terutama di kalangan penduduk kaya yang mempunyai bisnis dan kepentingan lain di luar negeri. Ketika konflik terus berlanjut, beberapa negara memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel, yang berpotensi menjadikan perjalanan dengan paspor Israel semakin menantang dan bahkan berbahaya. Mobilitas dan konektivitas global warga Israel berada dalam tantangan,” urai Marconi.
Berhadapan dengan ketidakstabilan dan ketidakpastian, semakin banyak jutawan Israel yang menjajaki migrasi investasi sebagai cara untuk memitigasi risiko dan mendapatkan pilihan tempat tinggal alternatif. Henley & Partners melaporkan lonjakan permintaan migrasi investasi yang mengejutkan dari warga Israel sebesar 232 persen pada tahun 2023.
Program tinggal melalui investasi di negara-negara seperti Portugal, Spanyol, Yunani, dan Kanada menjadi pilihan populer, yang memungkinkan individu kaya memperoleh hak tinggal melalui real estate atau investasi lain yang memenuhi syarat, “Yang lain memilih kewarganegaraan tambahan di Austria, Malta, dan berbagai negara Karibia, antara lain, mendapatkan keamanan paspor kedua melalui kontribusi ekonomi yang signifikan,” paparnya.
Marconi berpendapat pengalaman Israel menjadi pengingat yang menyedihkan tentang betapa cepatnya status suatu negara, dari negara kaya menjadi paria. Menurutnya ketidakstabilan politik, terkikisnya norma-norma demokrasi, kerusuhan sosial, dan konflik yang berkepanjangan dapat dengan cepat merusak reputasi suatu negara. Tak peduli reputasi tersebut diperoleh dengan susah payah sebagai negara tujuan wisata yang menarik bagi orang-orang kaya dan berbakat di dunia.
Bagi negara-negara yang ingin menarik dan mempertahankan jutawan, kisah Israel menggarisbawahi pentingnya memastikan stabilitas dan keamanan jangka panjang. Meskipun kebijakan perpajakan dan peluang bisnis yang menguntungkan sangatlah penting, hal ini harus didukung oleh komitmen teguh untuk menegakkan supremasi hukum, mendorong kohesi sosial, dan memitigasi risiko geopolitik.