MICEPLUS.ID — Bruges kota abad pertengahan di jantung Belgia, telah lama menjadi pemikat wisatawan mancanegara. Kota itu, pada 2023 dikunjungi 7 juta lebih turis. Mereka menjelajahi jalan-jalan berbatu, kanal-kanal yang indah, dan warisan sejarah yang kaya.
Bruges terkenal dengan cokelat, bir, dan arsitektur berusia berabad-abad, yang menjadikan kota itu sebagai salah satu tujuan wisata kota terbaik di Eropa. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, lonjakan pariwisata yang luar biasa telah menyebabkan kota tersebut mengambil langkah-langkah drastis, untuk mengelola keramaian dan memulihkan keseimbangan antara pengunjung dan penduduk.
Jumlah wisatawan di kota ini meroket, menarik pengunjung dari seluruh dunia, khususnya mereka yang mencari liburan romantis atau pengalaman budaya. Lonjakan wisatawan itu memicu kekhawatiran tentang keberlanjutan pariwisata massal di daerah tersebut. Pada tahun 2023 saja, Bruges menyambut 7,3 juta pengunjung harian, yang membengkak menjadi 10,2 juta — jika memasukkan mereka yang tinggal selama beberapa hari. Angka-angka ini jauh melebihi populasi penduduk kota, yang hanya di bawah 120.000 jiwa.
Tempat Wisata Berusia Seabad
Bruges telah menjadi pusat wisata sejak abad ke-19, saat kota ini menjadi tujuan favorit di kalangan elit Inggris dan Prancis. Perpaduan arsitektur abad pertengahan dan suasana yang tenang di kota ini, menjadikannya tempat pelarian bagi mereka yang mencari kemewahan yang tenang. Melangkah maju ke abad ke-21, Bruges terus memikat pengunjung, dan pusat kota bersejarahnya ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia UNESCO pada 2000. Gelar bergengsi ini semakin meningkatkan popularitasnya di kalangan wisatawan internasional, menarik lebih banyak wisatawan yang ingin menyaksikan keindahan yang terpelihara dari salah satu kota abad pertengahan yang paling terpelihara di Eropa.
Akan tetapi, kemampuan kota untuk menampung jumlah wisatawan yang terus meningkat telah mencapai titik kritis. Selama dekade terakhir, beban pada infrastruktur, layanan publik, dan ruang hunian Bruges telah memicu kekhawatiran tentang dampak jangka panjang dari pariwisata yang berlebihan. Penduduk setempat mulai mengungkapkan rasa frustrasi, karena kehidupan sehari-hari di pusat kota semakin terganggu oleh masuknya wisatawan.
Perubahan Sikap Terhadap Pariwisata di Bruges
Pada masa lalu, penduduk Bruges umumnya memandang pariwisata secara positif. Industri ini telah lama menjadi penggerak utama ekonomi lokal, menyediakan lapangan pekerjaan dan mendukung berbagai bisnis mulai dari hotel dan restoran hingga toko suvenir serta perusahaan tur berpemandu. Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah pengunjung, suasana di kota tersebut mulai berubah.
Wali Kota Bruges, Dirk De Fauw menjadi orang yang paling kritis terkait pariwisata. Dalam beberapa tahun terakhir, ia telah mengakui meningkatnya rasa frustrasi di kalangan penduduk setempat yang merasa bahwa pariwisata telah mengalahkan gaya hidup mereka. Jalan-jalan yang indah, yang dulunya sepi di pagi dan sore hari, kini sering kali ramai, dan penduduk harus bersaing untuk mendapatkan tempat di kafe, toko, dan transportasi umum.
Sebagai tanggapan, Wali Kota De Fauw dan dewan kota telah memperkenalkan serangkaian tindakan baru yang bertujuan untuk mengendalikan arus wisatawan, dan mengurangi dampak negatif dari pariwisata yang berlebihan.
Langkah Baru untuk Mengendalikan Pariwisata
Salah satu langkah paling signifikan yang diambil Bruges untuk membatasi pariwisata adalah pemberlakuan larangan pembangunan hotel baru di pusat bersejarah tersebut. Dengan membatasi jumlah pilihan akomodasi di kota tersebut, para pejabat berharap dapat membatasi jumlah pengunjung yang bermalam. Keputusan ini mengikuti tren yang lebih luas di kota-kota Eropa, tempat penduduk setempat bergulat dengan cara mengelola pariwisata massal tanpa menutup pintu mereka sepenuhnya bagi para pelancong.
Selain larangan hotel, Bruges juga telah membekukan penerbitan izin baru untuk rumah liburan di seluruh kota. Rumah liburan dan persewaan jangka pendek, yang sering dicantumkan di platform seperti Airbnb, telah menjadi isu yang kontroversial pada banyak destinasi wisata populer. Meskipun persewaan ini memberikan pendapatan bagi pemilik properti, hal itu juga berkontribusi terhadap kekurangan perumahan dan kenaikan sewa bagi penduduk lokal, sehingga semakin sulit bagi orang untuk tinggal di pusat kota.
Dengan mengatasi menjamurnya rumah liburan, Bruges bertujuan untuk mencegah penggusuran lebih lanjut terhadap penduduknya dan melestarikan karakter unik kota tersebut. Larangan tersebut merupakan langkah proaktif untuk melindungi lingkungan pemukiman, agar tidak diserbu oleh properti sewa jangka pendek yang utamanya melayani wisatawan.

Manajemen Pariwisata Kapal Pesiar
Bruges bukan hanya destinasi populer bagi mereka yang bepergian melalui darat atau udara. Kedekatannya dengan pantai dan pelabuhan Zeebrugge di dekatnya membuatnya sering menjadi tempat persinggahan bagi kapal pesiar. Namun, dampak wisata pesiar juga menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir.
Sejak 2019, Bruges telah memberlakukan pembatasan jumlah kapal pesiar yang dapat berlabuh di Zeebrugge, dengan memperbolehkan maksimal dua kapal per hari. Kebijakan ini diterapkan untuk mengurangi tekanan dari rombongan besar wisatawan yang datang sekaligus, yang sering kali membuat kota ini kewalahan selama beberapa jam sebelum kembali berangkat. Para wisatawan yang datang dengan kapal pesiar ini, biasanya membanjiri tempat-tempat wisata utama kota. Sehingga menciptakan kondisi yang penuh sesak di area-area utama seperti alun-alun Markt, Belfry, dan sudut pandang Rozenhoedkaai yang terkenal.
Pembatasan kapal pesiar merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mendorong pengunjung menghabiskan lebih banyak waktu di Bruges, menjelajahi tempat-tempat yang tidak terlalu terkenal dan menikmati kekayaan kota yang kurang dikenal. Dengan menyebarkan arus wisatawan, kota ini berharap dapat menciptakan pengalaman yang lebih berkelanjutan dan menyenangkan bagi pengunjung dan penduduk setempat.